Senin, 31 Agustus 2009
biaya pendidikan mahal ?
carut marut bahwa biaya pendidikan di indonesia mahal, mengpa demikian ? padahal pendidikan adalah hal terpenting dari suatu negara demi kemajuan generasi selanjutnya
beberapa pendapat tentang biaya pendidikan yang mahal
PALEMBANG - Dewan Pertimbangan Pendidikan (DPP) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menyatakan sikap keprihatinannya atas mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sekarang ini. Menurut Ketua DPP Sumsel Prof Dr Amran Halim, saat ini biaya pendidikan di Indonesia semakin hari semakin mahal. Itu tidak hanya terjadi di sekolah swasta. Bersekolah di sekolah negeri pun membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Kami mengusulkan kepada pemerintah agar masalah biaya pendidikan yang mahal menjadi perhatian serius dari pemerintah. Dengan semakin tinggi dan mahalnya biaya pendidikan maka masyarakat kurang mampu sulit menjangkaunya,'' ujar Amran Halim yang juga mantan Rektor Universitas Sriwijaya, Selasa (5/10) di Palembang.
Akibat biaya pendidikan yang mahal, menurut Amran Halim, banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. ''Padahal pemerintah ingin menuntaskan wajib belajar atau wajar sembilan tahun. Jika masalah ini tidak mendapat perhatian maka program wajar tersebut tidak akan terealisasi. Banyak anak putus sekolah karena orangtuanya tidak mampu membiayai sekolah mereka.''
Untuk mengatasi masalah itu, DPP Sumsel melalui Gubernur Sumsel mengusulkan kepada pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional agar memperhatikan memecahkan masalah biaya pendidikan ini. "Dalam kondisi perekonomian bangsa yang masih sulit sekarang ini, kami khawatir banyak anak usia sekolah tidak dapat melanjutkan pendidikannya,'' tambah Amran Halim pernah menjadi kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
DPP Sumsel telah bertemu dengan Gubernur Sumsel, Syahrial Oesman dan menyampaikan sejumlah masalah pendidikan di daerah ini. Selain masalah biaya pendidikan yang mahal, DPP Sumsel juga menyampaikan masalah pengadaan buku pelajaran di sekolah-sekolah yang tidak teratur dan sama.
"Dalam satu kecamatan saja ada pengadaan buku sekolah yang didistribusikan ke sekolah-sekolah, tidak sama atau tidak seragam,'' ujar Amran Halim yang didampingi anggota DPP Sumsel seperti Prof. Dr. Waspodo dan Prof. Dr. Wardini Akhmad.
DPP Sumsel juga menyoroti masalah konversi nilai ujian akhir nasional (UAN). Melalui Gubernur Syahrial Oesman, DPP Sumsel mengusulkan kepada Menteri Pendidikan Nasional agar konversi nilai UAN pada akhir tahun ajaran ditiadakan.
"Kami berharap tidak ada lagi yang namanya konversi nilai lagi,'' tegas Amran Halim dengan alasan, konversi nilai yang diterapkan dapat merugikan siswa yang memiliki nilai lebih baik. "Kalau mereka tidak lulus ujian, maka para pelajar itu dapat mengikuti ujian susulan atau ujian akhir yang dilakukan tahun berikutnya,'' kata guru besar pendidikan tersebut.
Terhadap sorotan dan masalah pendidikan yang disampaikan DPP Sumsel. Gubernur Syahrial Oesman menyatakan akan meneruskan masalah tersebut kepada pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional. Selain itu, Pemerintah Sumatera Selatan juga akan melakukan rapat koordinasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota untuk membahas masalah pendidikan yang berkembang saat ini di Sumsel.
Sumber:www.suarapembaruan.com
education structure in indonesia
Primary education
basic educationFrom birth until the age of 5, Indonesian children do not generally have access to formal education. From the age of 5 to 6 or 7, they attend private schools, with more than forty-nine thousand kindergartens, 99.35% of the total kindergartens in Indonesia, privately operated The kindergarten years are usually divided into "Class A" and "Class B" students spending a year in each class.
Elementary School
Children ages 7–12 attend Sekolah Dasar (SD) (literally Elementary School). This level of education is compulsory for all Indonesian citizens, based on the national constitution. In contrast to the majority of privately run kindergartens, most elementary schools are government operated public schools, accounting for 93% of all elementary schools in Indonesia Similar to education systems in the U.S. and Australia, students must study for six years to complete this level. Some schools offer an accelerated learning program, where students who perform well can finish elementary school in five years.
Secondary Education
Middle School
Middle School, generally known by the abbreviation "SMP" (Sekolah Menengah Pertama) is part of primary education in indonesia. After graduating from elementary school, students attend Middle School for three years from the age of 13-15. After three years of schooling and graduation, students may move on to college or cease formal education. There are around 22,000 schools in Indonesia with a balanced ownership between public and private sector.
High School
In indonesia, generally known as by the abbreviation "SMA" (Sekolah Menengah Atas) and SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) . SMA/SMU differ than SMK in their studies. The students at SMU are prepared to advance to tertiary education while students of SMK are prepared to be ready to work after finishing their school without going to university/college. Based on the national constitution, Indonesian citizens do not have to attend high school as the citizens only require nine years of education. This is also reflected by the number of high schools in Indonesia, with just slightly below 9,000 schools.
Tertiary education
After graduation from High school or college, students may attend a university.
Senin, 17 Agustus 2009
daftar sekolah kedinasan
http://stan-prodip.info/artikel/dinas.php
untuk selengkapnya pelajari setelahnya